Déjà vu (Bukan) Berarti Kesalahan Sistem

Saat tengah melaksanakan sebuah misi, Neo tiba-tiba melihat seekor kucing hitam sedang berjalan di seberang ruangan. Tetapi ada hal aneh yang terjadi. Kucing tersebut terlihat mengulang gerakan yang sama. “Déjà vu,” ucap Neo pendek. Seketika itu juga Morpheus tersadar ada sesuatu yang aneh. De javu menunjukkan sesuatu yang salah di dalam sistem Matrix. Dugaan tersebut tidak salah, karena beberapa saat kemudian sekelompok pasukan milik Agent Smith menyerang ruangan tersebut dan berhasil menculik Morpheus.

Déjà vu adalah sebuah kata yang berasal dari Perancis yang secara harafiah berarti “pernah kita lihat”. Menurut kamus Merriam-Webster, déjà vu adalah sebuah kondisi yang menimbulkan perasaan bahwa kita telah mengalami atau melakukan sesuatu sebelumnya. Namun definisi tersebut berhasil diulik lebih jauh oleh Wachowski Bersaudara, sutradara dari film The Matrix. Ketika déjà vu terjadi, maka ada seseorang atau sesuatu yang telah mengutak-atik sistem kehidupan digital dan sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Massimiliano Allegri sempat melakukan “pembuangan” pemain besar-besaran saat bertugas di AC Milan. Para pemain bintang ia biarkan pergi begitu saja, meskipun mungkin keputusan tersebut tidak datang langsung dari dia, tetapi dari para petinggi klub. Andrea Pirlo, Zlatan Ibrahimovic, dan Thiago Silva, adalah tiga nama yang pergi dari San Siro di masa kepemimpinan Allegri. Nama pertama dilepas begitu saja, sedangkan dua nama terakhir dilego dengan harga yang cukup tinggi ke Paris Saint-Germain.

Kini kejadian tersebut seolah berulang. Saya mengalami sebuah déjà vu ketika menyaksikan aktivitas Juventus di bursa transfer. Para pemain utama yang selalu bercokol di starting XI satu persatu mulai hilang. Andrea Pirlo (entah karena keberadaan Allegri atau bukan) tak ingin meneruskan karirnya di Juventus, Carlos Tevez yang lebih memilih untuk pulang kampung dan membela Boca Juniors, Angelo Ogbonna cabut ke London untuk membela West Ham, dan terakhir adalah Arturo Vidal yang resmi bergabung dengan Bayern Munich.

Memperhatikan perkembangan yang terjadi, ada sebuah eksodus besar-besaran yang terjadi di tubuh Juventus. Hal ini membangkitkan kembali rasa ketakutan saya yang telah lama terpendam semenjak keberhasilan Juventus melaju ke babak final UEFA Champions League (UCL). Semenjak Allegri melepas para bintangnya, AC Milan terpuruk dan gagal bersaing untuk memperebutkan tempat di lima besar dan berubah menjadi klub medioker. Momen tersebut memang begitu indah bagi saya pribadi, karena Juventus telah kehilangan satu pesaingnya. Tetapi kali ini situasinya berbeda.

Sebuah pengulangan terhadap suatu kejadian menandai adanya anomali. Saya yang merasa mengalami déjà vu pun mulai merasa seperti itu, tetapi apakah keluarnya para pemain andalan (kecuali Ogbonna) akan mengakibatkan Juventus mengalami nasib yang sama seperti AC Milan yang terpuruk hingga musim terakhir? Untuk kali ini, saya percaya bahwa sistem the Matrix tidak mengalami perubahan apa pun.

Keyakinan barusan didasari oleh kehadiran para pemain baru yang memiliki kemampuan hampir setara dengan mereka yang pergi, meskipun tentu saja kita tidak bisa melakukan komparasi apple to apple. Sebelum Vidal pergi, manajemen telah menghadirkan seorang gelandang juara dunia di Juventus Arena, yaitu Sami Khedira. Menurut data dari Football Manager, pemain berdarah blasteran Tunisia-Jerman ini berposisi sebagai box-to-box midfielder yang memiliki visi dan kualitas operan kelas atas. Semasa di Real Madrid, ia adalah rekan sehati Xabi Alonso. Kehadirannya mungkin tidak akan bisa menggantikan Vidal yang mampu berlari untuk menyusun serangan, membantu pertahanan, sambil meng-cover area-area penting di atas lapangan, tetapi kemampuannya untuk membangun serangan dengan umpan-umpan panjang layak dinantikan.

Back to 28
Back to 28

Selain Khedira ada Stefano Sturaro, seorang pemain penuh energi yang seharusnya mampu menjadi pilar masa depan Juventus. Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya seorang Sturaro mampu berikan? Lihat kembali kontribusinya saat mengalahkan tim megabintang Real Madrid di Juventus Arena. Ingat pula bagaimana aksinya melakukan intersep terhadap James Rodriguez yang saat itu memiliki peluang emas untuk mencetak gol. Ya, Sturaro sudah menunjukkan sebuah kematangan dalam bermain. Tak butuh waktu lama bagi dirinya untuk masuk ke starting XI secara rutin tiap minggu.

Beranjak ke lini depan, kita dipastikan akan kehilangan sosok gempal dan pendek bernomor punggung 10 yang gemar berlari liar hingga ke tengah lapangan untuk mencari bola, meskipun sejatinya ia diposisikan sebagai penyerang. Sebagai gantinya, kita diberikan sederet pemain-pemain muda dengan skill yang bisa dibilang, amat mumpuni.

Kita mulai dari Paulo Dybala yang menunjukkan bahwa Argentina tidak akan pernah kehabisan stok penyerang-penyerang berkualitas. Melihat gaya bermain dan kemampuannya, Dybala cenderung mirip dengan Lionel Messi. Dribbling ciamik yang disusul oleh gerakan menusuk (cut inside) ke dalam kotak pertahanan lawan membuatnya menjadi seorang penyerang yang lengkap. Tak salah bila ia sering ditempatkan sebagai penyerang sayap kanan kala bermain di Palermo. Catatan golnya? 21 gol dari 90 kali bermain dengan rata-rata 0.23 gol per pertandingan.

Selain Dybala, Juventus juga memutuskan untuk membawa pulang Simone Zaza dari Sassuolo. Sempat ingin membawa Domenico Berardi, tetapi tampaknya Allegri lebih memilih Zaza yang punya potensi sebagai penyerang tengah hebat. Meski begitu, Zaza sepertinya masih akan cadangan bagi Mario Mandzukic. Pengalaman dalam bermain akan menjadi tolok ukur dalam kasus ini. Bukannya mengatakan Zaza belum pantas masuk skuad. Dengan catatan 20 gol dari 64 pertandingan, pemain yang juga sudah dipanggil ke timnas senior ini cukup mematikan ketika berada di depan gawang. Tetapi untuk bertarung melawan Mandzukic yang pernah mengenakan seragam Bayern dan Atletico Madrid, serta sudah menghadapi beragam jenis di lawan di level teratas, Zaza harus mengalah terlebih dahulu untuk sementara waktu.

Lini belakang pun juga mendapatkan peremajaan. Setelah disekolahkan di Empoli, Daniel Rugani akhirnya kembali ke rumahnya di Turin. Ia diplot sebagai pengisi kekosongan tempat lowong setelah Ogbonna cabut ke London. Tetapi Rugani juga berpotensi untuk segera menjadi pemain tetap di skema permainan Allegri. Kita akui saja, Andrea Barzagli dan Giorgio Chiellini kian menua. Meski masih memiliki tenaga, tetapi kecepatan mereka berkurang secara drastis. Kita bisa melihat bagaimana Chiellini hampir kehilangan akal saat berhadapan dengan pemain-pemain dengan agresi dan kecepatan tinggi seperti trio MSN di Final UCL.

Rugani tidak akan secepat itu masuk ke tim utama. Ia akan duduk di bangku cadangan dan belajar banyak dari para seniornya. Setelah dirasa siap, saya percaya Allegri akan segera menjadikannya pemain utama. Prediksi saya, tak butuh waktu lama bagi Rugani untuk bisa menggeser Barzagli.

Last but not least, ada Norberto Murara Neto di bawah mistar gawang. Ia adalah calon pengganti Gianluigi Buffon yang sudah mendekati masa pensiun. Keberhasilan Juventus menggaet Neto patut mendapatkan apresiasi khusus. Seperti yang mungkin sudah kita ketahui, Fiorentina biasanya menuliskan sebuah perjanjian khusus bagi para pemainnya di atas kertas kontrak: Apabila ingin pindah, maka mereka tidak boleh bergabung dengan Juventus. Wajar, karena Fiorentina dan Juventus adalah dua musuh hingga matahari jatuh ke atas bumi. Tetapi tampaknya hal ini tidak berlaku bagi Neto.

Just look at that depth. So frightening.
Just look at that depth. So frightening.

Melihat deretan nama yang bergabung barusan, saya pun merasa yakin bahwa Juventus akan tetap bisa mempertahankan kendalinya di Serie A, meskipun kini level tantangan dari para pesaing akan semakin meningkat. Milan dan In*er tengah berakrobat ria di bursa transfer, mengikat pemain-pemain berkualitas. AS Roma dan Napoli saya yakini juga tengah melakukan perubahan di tubuh tim. Tetapi dengan pemain-pemain barunya, Juventus akan tetap menjadi tim yang solid berkat kedalaman skuad.

Memang masih tersisa sebuah ketakutan, tetapi mudah-mudahan déjà vu ini bukanlah sebuah pertanda buruk.

Forza Juve!

Leave a comment