Butuh Trequartista? Sebut Saja Diego Ribas da Cunha!

Ketika Kalender Gregorian menunjukkan tanggal 1 Januari 2015, isu seputar rencana transfer musim dingin pun semakin menghangat. Juventus dikabarkan tengah mempersiapkan diri untuk menggaet seorang trequartista, gelandang serang yang berdiri di belakang dua striker. Hal ini sangatlah wajar, seiring dengan pergantian taktik yang dicanangkan oleh Massimiliano Allegri sejak akhir tahun 2014 silam. Meninggalkan 3-5-2, Allegri kini lebih doyan menggunakan 4-3-1-2. Tentu saja ada sesuatu yang hilang di dalam formasi tersebut. Ya, tepat sekali! Seorang trequartista. Continue reading

Bergelut di Supercoppa Italiana 2014

Setelah lama bergelut dengan tugas dan pekerjaan yang menyiksa batin dan fisik, akhirnya saya kembali bisa memperbarui tulisan di blog ini. Maklum, pekerjaan-pekerjaan menjelang libur natal dan tahun baru membuat saya hampir kewalahan dalam soal manajemen waktu. Semuanya berkat deadline yang tak kunjung berakhir. Tetapi akhirnya, semuanya sudah berlalu. Kini, saya bisa meluangkan waktu untuk menulis tentang Juventus yang akan bertarung melawan Napoli di Timur Tengah, tepatnya di Doha, Qatar. Continue reading

Menanti Kemaksimalan seorang “Max” Allegri

Memperhatikan apa yang Allegri lakukan sepanjang tahun 2014 ini, saya bisa melihat bahwa dirinya masih merasa kurang yakin dengan apa yang ia aplikasikan di atas lapangan. Secara sekilas memang Allegri memperlihatkan banyaknya altenatif strategi. Kita juga kerap melihat perubahan formasi lewat transformasi posisi para pemain. Tetapi seiring berjalannya waktu, saya justru melihat Allegri masih kurang nyaman dengan formasi yang diwariskan oleh Conte ini.

Saya pertama kali melihat Allegri melakukan transformasi posisi kala Marchisio mengisi kekosongan yang Pirlo tinggalkan selama cedera. Di sana Marchisio berperan lebih sebagai gelandang water carrier, menghadang serbuan lawan, sekaligus menjadi jembatan utama untuk membangun serangan tim. Untuk memfasilitasi perannya tersebut, Marchisio kerap turun ke lini belakang – menjadi duet Bonucci – saat lawan mulai masuk ke daerah pertahanan lawan dan mulai bergerak ke depan saat Juve berhasil menguasai bola. Juve pun mengubah sistem formasi menjadi 4-4-2 dari 3-5-2.

Looks like Juve playing with 4-1-3-2 formation.
Looks like Juve playing with 4-1-3-2 formation.

Berbeda halnya dengan Pirlo yang berposisi sebagai deep-lying playmaker. Sang Penyihir Malas ini hampir tidak pernah turun menjadi pemain belakang. Ia memilih untuk tetap menjadi penyeimbang antara bek dan pemain tengah dengan berdiri tepat di garis pertahanan Juventus, posisi terbaiknya. Alhasil, para pemain sayaplah yang biasanya turun menjaga pertahanan. Perubahan formasi ini biasanya bergantung dari sumber datangnya bola. Bila bola dikirim dari sisi kiri, maka Asamoah atau Evra yang turun ke bawah, sehingga Caceres atau Ogbonna bergeser menjadi bek kanan. Sedangkan bila bola berasal dari lapangan bagian kanan, maka biasanya Lichsteiner yang turun dan menggeser Chiellini ke bagian kiri.

We use four defenders when defending and building up play.
We use four defenders when defending and building up play.

Untuk mengisi kekosongan ruang yang ditinggalkan, Pogba dan Pereyra menjadi dua orang yang paling sering ditugaskan untuk menggantikan peran Asamoah dan Lichsteiner. Tak jarang kita melihat keduanya menyisir sayap, menyokong kinerja dua pemain sayap yang turun ke bawah untuk bertahan atau menyusun serangan. Bahkan lebih gilanya lagi, Pereyra terpilih untuk bermain sebagai sayap kanan saat Juve bertemu Palermo. Sempat melepaskan beberapa umpan silang yang cukup baik dan melakukan penetrasi ke kotak penalti, tetapi penampilannya tentu tak cukup optimal. Continue reading

Dibaptis dalam Balutan Warna Hitam-Putih

Saya seharusnya menuliskan artikel ini jauh-jauh hari dan diletakkan di halaman awal sebagai pengantar, karena tulisan ini semestinya menjadi sebuah pengantar bagi para pembaca untuk mengenal siapa saya dan mengapa saya memutuskan untuk membuat blog bernama Gubuk Juventus. Namun hal ini harus saya tunda, karena saya justru mengalami kesulitan dalam merangkai kata-katanya. Kesulitan yang saya rasakan ini adalah sesuatu yang aneh, karena hampir semua blog, buku, dan karya tulis mana pun yang ada di dunia ini pastilah didahului oleh bab “Pendahuluan” atau “Kata Pengantar”.

Saya mengenal Juventus untuk pertama kalinya saat saya duduk di bangku SMP. Tak perlu saya sebutkan tahunnya, karena sejujurnya saya sendiri lupa. Saya memang sudah menyukai sepakbola dan sering memainkannya, tetapi saat itu saya belum mengenal satu pun klub-klub sepakbola. Saya masih terkena jam malam ketat yang diterapkan oleh orangtua. Jam 9 malam wajib tidur. Alhasil, saya pun tak punya kesempatan untuk menonton satu pun pertandingan sepakbola.

Namun seiring perjalanan waktu, teman-teman SMP saya berhasil menarik minat besar. Selain bermain sepakbola di lapangan basket sekolah, mereka terus-menerus membicarakan pemain-pemain yang saat itu cukup terkenal. Nama-nama seperti Continue reading

Juventus Paska AS Roma: Tuduhan Kontroversi Tanpa Dasar

Tujuan saya membuat blog ini adalah untuk menumpahkan segala pikiran objektif saya seputar tim Juventus. Oleh karena itu, butuh waktu yang cukup lama untuk bisa menuliskan review dari laga Juventus vs Roma yang berlangsung pada hari Minggu, 5 Oktober 2014 silam. Pasalnya, cukup banyak kontroversi yang terjadi di hampir setiap menitnya.

Banyak pihak memandang bahwa wasitlah yang pantas ditunjuk menjadi kambing hitam munculnya suara-suara negatif. Gianluca Rocchi beberapa kali dipandang melakukan blunder dalam membuat keputusan yang krusial. Tetapi apakah blunder yang dibuat Rocchi pada akhirnya menguntungkan Juventus? Sebaiknya kita berpikir dua kali.

Blunder Wasit

Juventus memang sudah akrab dengan yang namanya kontroversi dan bau kecurangan. Seorang teman saya bahkan begitu membenci Juventus (ia mengaku pendukung AC Milan, tetapi terlihat jarang menonton Lega Calcio Serie A) Continue reading